Seperti di kota-kota kuno di Asia barat daya, dasr masyarakat Aztek ialah pertanian. Hail bumi yang pokok adalah jagung. setiap keluarga, yang mendapat bagian sebidang tanah dari line-age-nya, menanam apa saja dari sejumlah tanaman, termasuk buncis, gambas, labu manis, merica, tomat, kapas dan tembakau. Akan tetapi, berbeda dengan masyarakat-masyarakat di Benua Lama, tidak banyak binatang yang dipelihara, diantaranya termasuk anjing dan kalkun (kedua-duanya untuk dimakan).
Ketika Tenochtitlan bertambah besar dan tanah menjadi langka, petani-petani Aztek menerapkan metode yang sangat cerdik untuk mengatasi keadaan itu: rawa-rawa yang terdapat di sekitar ibukota mereka jadikan chinampa, yaitu kebun yang dipagari alang-alang. Setiap chinampa, yang sebenarnya pulau buatan yang kecil, yang tanahnya sesubur tanah di delta sungai Nil, dikerjakan oleh petani yang berkeliling melalui kanal-kanal yang menghubungkan pulau-pulau itu dalam kano tersebut dari batang pohon yang kecil-kecil. Dewasa ini pun masih terdapat chinampa di Xochimilco, beberapa mil dari Meksiko City.
Sukses pertanian orang Aztek menyebabkan pertambahan penduduk dan keanekaragaman pekerjaan. Pengrajin-pengrajin terampil, seperti pematung, pandai perak, pemahat batu, pembuat tembikar, orang-orang yang mengerjakan bulu, dan pelukis-pelukis dapat hidup dengan layak dengan hanya melulu mempraktekkan keahliannya. Karena agama menduduki tempat sentral dalam tata sosial Aztek, para pengrajin itu terus-menerus sibuk membuat alat-alat keagamaan, pakaian, dan perhiasan-perhiasan untuk bangunan dan kuil-kuil. Diantara ahli-ahli nonpertanian lainnya termasuk sebagian dari prajurit, pedagang keliling atau pochteca, para pendeta, dan birokrasi pemerintahan yang terdiri atas para bangsawan. Ketika spesialisasi betambah besar baik di antara individu maupun kota-kota di kerajaan Aztek, pasar menjadi lembaga ekonomi dan sosial yang teramat penting. Di samping pasar-pasar harian di tiap-tiap kota, ada pasaryang lebih besar di berbagi kota, yang diadakan pada waktu yang berbeda-beda setiap tahun. Pembeli dan penjual dari segala penjuru kerajaan pergi ke tempat-tempat tersebut. Pasar di kota Tlatelolco begitu besar, sehingga orang-orang Spanyol menyamakannya dengan pasar di Roma dan Istambul. Di pasar-pasar Aztec, jual beli terjadi teruama dengan cara tukar menukar barang. Akan tetapi digunakan biji coklat, pasir emas, pisau yang berbentuk sabit, dan tembaga. Di samping manfaatnya secara ekonomis yang jelas, pasr juga memiliki fungsi sosial: orang pergi ke pasar tidak hanya untuk menjual beli, tetapi juga untuk bertemu orang dan untuk mendengar berita yang terakhir. Memang, sebuah undang-undang minta agar setiap orang setidak-tidaknya sekali selama sejumlah hari tertentu pergi ke pasar. Ini menjadi jaminan bahwa penduduk selalu mendapat informasi mengenai semua berita penting. Situasi ekonomi lain yang besar, yaitu jarinagn pergdagangan antara ibukota dan kota-kota Aztek lainnya, membawa barang-barang seperti coklat, batangan panili, dan nanas ke kota Tenochtitlan.
Tata sosial Aztek distratifikasi ke dalam tiga kelas utama: bangsawan, penduduk biasa, dan budak. Para bangsawan bekerja di luar sistem keturunan berdasarkan tanah dan budak-budak, yang dibagikan kepada mereka oleh raja dari antara suku-suku bangsa yang ditaklukkan. Orang-orang biasa terbagi-bagi menurut keturunan, dan garis keturunan inilah yang memiliki tanah untuk orang-orang biasa. Dalam tiap garis keturunan, status individu bergantung pada tingkat hubungannya dengan pendiri kelompok garis keturunan itu. Mreka yang hubungannya lebih dekat dengan pendiri kelompok garis keturunan statusnya lebih tinggi daripada yang lebih jauh. Kelas yang ketiga dalam masyarakat Aztek terdiri dari para budak yang kedudukannya terikat pada tanah dan para kuli yang oleh para pedagang digunakan untuk mengangkut barang. yang paling bawah dalam kelas ini ialah para budak belian. Ada di antaranya yang secara sukarela menjual kemerdekaannya sendiri, yang lain-lainnya ditawan dalam peperangan.
Seperti di kota modern, perumahan di Tenochtitlan mulai dari gubug sampai yang istana. Di pinggiran kota, di chinampa-chinampa terdapat gubug-gubug petani dengan atap alang-alang dan anyaman ranting-ranting yang dilumuri lumpur. Di bagian kota yang sebenarnya terdapat rumah-rumah golongan kelas menenagh. Rumah-rumah tersebut bagus, berkamar banyak, bertingkat ataupun tidak, dan terbuat dari bata dan lepa. Tiap-tiap rumah didirikan di atas anjungan sebagi pengaman terhadap banjir dan mengelilingi sebuah halaman tengah yang penuh dengan bunga-bungaan. DSiperkirakan bahwadi Tenochtitlan diperkirakan terdapat 60.000 rumah. Yang merupakan pusat-pusat kota ialah teocalli, yaitu kuil-kuil yang berbentuk piramida, tempat diselenggarakannya upacar-upacara keagamaan, termasuk korban manusia. Kuil ganda setinggi 100 kaki, yang dipersembahkan kepada dewa perang dan dewa hujan, terbuat dari batu dan bertangga terjal yang sampai ke sebuah daratan, di mana terdapat sebuah meja pengorbanan (altar), sebuah kamar depan untuk para pendeta.
Kota Aztek yang khas itu berbentuk bujur sangkar dan menggambarkan cara pembagian daerah untuk masing-masing lineage. Di tengah terdapat sebuah lapangan besar, di mana terdapat kuil dan rumah kepala kota. Di Tenochtitlan, dengan jumlah arealnya yang 20 mil persegi itu, terdapat sebuah kuil besar dan dua istana mewah di lapangan pusat, yang juga disebut Daerah Suci (the Sacred Precinct). Di sekitar daerah tersebut terdapat bangunan-bangunan upacara lain milik lineage masing-masing.
Istana kaisar Montezuma membanggakan sejumlah besar kamar yang diperuntukkan bagi para pelayan dan para gundik, sekumpulan binatang liar yang dikurung di dalam taman-taman gantung, dan sebuah kolam renang. Karena Techtotitlan terletak di tengah danau, tidak dilindungi, dan dihubungkan dengan daratan oleh tiga jalan khusus. Komunikasi antara bagian-bagian kota tidak sukar dan orang dapat berpergian melalui darat atau melalui air. Sejumlah kanal, dengan kanal setapak di sisinya, terdapat di seluruh kota itu melaporkan bahwa ribuan kuno memenuhi kanal-kanal tersebut dengan membawa penumpang atau barang ke sekeliling kota. Orang-orang eropa itu begitu terkesan oleh jaringa komunikasi tersebut, sehingga mereka menyebut Tonichtitlan Venisianya Benua Baru.
sumber: Haviland, William A, Antropologi 4th edition, Erlangga, Jakarta, 1985
Tidak ada komentar:
Posting Komentar